Timor Leste Peringati 24 Tahun Referendum

DILI, STLNEWS.co – 24 Tahun lalu, tepatnya pada 30 Agustus 1999, Timor Timur (kini Timor Leste) mengadakan jajak pendapat (Referendum) dan memilih lepas dari Indonesia. Hasil jajak pendapat menunjukkan bahwa sebanyak 94.388 penduduk atau sebesar 21,5 persen penduduk memilih tawaran otonomi khusus. Sementara, 344.580 penduduk atau 78,5 persen dari total penduduk Timor Timur memilih untuk menolaknya.

Presiden Republik Indonesia kala itu,  Bacharuddin Jusuf  Habibie memberikan pilihan bagi Timor Timur, yakni otonomi daerah atau kemerdekaan. Sekjen PBB saat itu, Kofi Anan, menjembatani Indonesia dan Portugal soal Timor Timur. Setelah itu kesepakatan tercapai dalam jajak pendapat konsultasi dengan masyarakat Timor Timur.

Pada 5 Mei 1999, dicapai kesepakatan antara Indonesia dan Portugal untuk membuat perjanjian referendum di Timor Timur. Perjanjian ini dikenal sebagai New York Agreement. PBB juga membentuk United Nations Mission in East Timor (UNAMET) untuk mengawal kesepakatan Indonesia dan Portugal dalam prosesnya menuju referendum Timor Timur.

Referendum akhirnya dilaksanakan pada 30 Agustus 1999 dan hasil jajak pendapat menunjukkan bahwa sebanyak 94.388 penduduk atau sebesar 21,5 persen penduduk memilih tawaran otonomi khusus. Sementara, 344.580 penduduk atau 78,5 persen dari total penduduk Timor Timur memilih untuk menolaknya.

Kemudian pada 19 Oktober 1999, Sidang Umum MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) menyetujui hasil referendum Timor Timur yang artinya Timor Timur lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Keputusan ini kemudian diatur dalam Ketetapan Nomor V/MPR/1999, yang menyatakan bahwa Ketetapan Nomor VI/MPR/1978 tentang Pengukuhan Penyatuan Wilayah Timor Timur ke dalam NKRI tidak berlaku lagi.

Kemudian, Xanana Gusmao pun dibebaskan setelah tujuh tahun menjadi tahanan politik di Jakarta. Ia kembali ke Dili sebagai pemimpin dari Conselho Nacional de Resistencia Timorense (CNRT). Melihat situasi dan kondisi yang ada, PBB memutuskan untuk mengizinkan pembentukan pasukan multinasional di bawah pimpinan Australia yang bernama International Force for East Timor (INTERFET).

Dalam rangka memperingati 24 tahun Referendum, berbagai kalangan memberikan pendapatnya, termasuk Uskup Agung Metropolitan, Uskup Diosis Dili, Dom Virgilio Kardinal Do Carmo da Silva, SDB.

Dom Virgilio Kardinal Do Carmo da Silva meminta kepada masyarakat Timor Leste untuk bersyukur kepada Tuhan karena atas campur tangan Tuhan cita-cita rakyat untuk merdeka terwujud melalui jajak pendapat pada 24 tahun silam.

“Peringatan 24 tahun Konsulta Popular (Jajak Pendapat) adalah saatnya kita bersyukur kepada Tuhan karena Tuhan telah mengabulkan keinginan rakyat Timor Leste untuk menentukan masa depannya sendiri dan saat ini kita sudah menikmati hasilnya,” kata Dom Virgilio kepada wartawan di Greja Katedral Dili, Minggu (27/8/2023).

Uskup Agung  Virgilio mengatakan bahwa hal yang perlu dilakukan pada peringatan 24 tahun Jajak Pendapat adalah bersyukur dan berterima kasih kepada Tuhan atas segala kebaikan yang diberikan kepada rakyat Timor Leste melalui Jajak Pendapat.

“Momen peringatan Konsultasi Popular juga merupakan saat yang baik untuk merenungkan tentang masa depan negara, kemakmuran negara, serta ketergantungan yang baik terhadap setiap individu dalam masyarakat, baik yang muda maupun tua, semuanya memiliki andil dalam menggapai kemerdekaan,” kata Dom Virgilio.

Sementara itu, gembala umat di Paroki  Santo Antonio Motael, Pastor Guilhermino da Silva mengatakan Jajak Pendapat memiliki makna yang besar bagi dirinya dan seluruh rakyat Timor Leste karena konsultasi rakyat ini merupakan hari yang sangat menentukan bagi bangsa ini untuk dapat hidup dalam kebebasan di negerinya sendiri.

Pastor Guilhermino mengisahkan bahwa pada saat itu, di tengah kerumunan yang masih dalam keadaan kacau, karena tidak ada jalan keluar yang mudah selama masa penindasan militer Indonesia, keputusan untuk memilih bukanlah hal yang sederhana karena sulit untuk memutuskan dan memilih di saat okupasi ini.

“Karena alasan itu, bagi saya, hari Konsultasi Rakyat ini memiliki makna yang sangat besar, seperti halnya bagi rakyat Timor-Leste, dan saya bangga akan keputusan PBB untuk memberikan hari pemilihan ini sebagai penentu takdir bangsa Timor-Leste,” tuturnya.

Pastor Guilhermino meminta kepada semua anak Timor untuk menghargai hari Konsultasi Rakyat ini, bukan hanya untuk merayakannya secara meriah, tetapi untuk menghargai bagaimana dapat mengajarkan nilai-nilai dari masa kemerdekaan ini, dan untuk membangun masa depan yang lebih baik bagi negeri ini, untuk membuat kehidupan rakyat Timor menjadi lebih sejahtera. Oleh karena itu, semua orang berkontribusi dengan sikap positif, bekerja keras, dan menghormati struktur dan hukum yang ada, serta mencari cara untuk memperbaiki apa yang perlu diperbaiki.

Secara terpisah, Wakil Perdana Menteri dan Menteri Koordinator Urusan Pedesaan, Mariano Assanami Sabino mengatakan 30 Agustus merupakan momentum bersejarah bagi rakyat Timor Leste dimana dengan keberaniannya untuk menentukan nasib sendiri melalui hak suara yang diberikan melalui Jajak Pendapat.

“Tanggal 30 Agustus adalah sebuah peringatan yang mendorong refleksi, di mana kita semua dengan berani memilih hak suara kita sendiri. Kita semua harus terus berusaha dengan semangat yang luhur untuk memberikan kelanjutan bagi perkembangan ini, untuk mewujudkan impian para pejuang kita, impian kita sendiri,” ujarnya.

Ia meminta kepada seluruh warga untuk bersama-sama merenungkan makna 30 Agustus, dan terus berjuang untuk pembangunan, sehingga membawa negeri ini menuju kemakmuran.

“Hari ini, kita harus bersatu dalam komitmen kita terhadap Timor, tanah air kita. Bersama-sama kita akan membawa Timor menuju masa depan yang cerah,” kata Assanami.

Di tempat lain, Direktur Eksekutif Forum Organisasi Non-Pemerintah Timor Leste (FONGTIL), Valentim da Costa Pinto mengatakan bahwa 30 Agustus adalah titik awal bagi kemerdekaan Timor Leste.

Hal senada diuraeakan Direktur HAK, Feliciano Da Costa. Menurutnya, peringatan 30 Agustus adalah kesempatan bagi Asosiasi HAK untuk merenung dan membicarakan tentang keadilan masa lalu, untuk mengingat kembali situasi tahun 1999.

“Ini mengingatkan kita bahwa kemerdekaan ini tidaklah mudah, dan mendapatkan hak suara ini tidaklah semata-mata di bawah bendera, tetapi melalui proses. Ini artinya mengajarkan masyarakat, mulai dari yang kecil hingga yang besar, untuk mengingat bahwa jabatan yang kita pegang sekarang adalah hasil dari proses di mana kontribusi rakyat melalui suara untuk hak suara sendiri,” jelasnya.

Peringatan hari konsultasi rakyat pada tanggal 30 Agustus merupakan hari istimewa bagi rakyat yang saat ini memiliki keberanian untuk mengambil keputusan, meskipun dalam situasi politik yang kompleks. Ini mencerminkan semangat generasi baru yang menciptakan perdamaian di negara ini.

Di tempat lain, Wakil Rektor III Universitas Dili (UNDIL), Hugo Lourenco da Costa mengatakan peringatan 30 Agustus adalah sebuah refleksi bagi generasi muda untuk mempromosikan perdamaian dan mengembangkan negara. Kemerdekaan diperoleh melalui pengorbanan jiwa dan penderitaan para pahlawan yang rela mati demi kemerdekaan.

Ia meminta kepada generasi muda harus memiliki semangat nasionalisme dan patriotisme seperti pahlawan-pahlawan yang mengorbankan hidup mereka demi kemerdekaan, mengorbankan anak-anak, waktu, tenaga, dan keluarga mereka.

“Para pemuda yang terus melakukan provokasi untuk menyerang dan membunuh sesama rakyat adalah anak-anak milisi. Mereka adalah para pemuda yang takut menghadapi kemerdekaan, takut pada Timor yang berdaulat, sehingga menciptakan instabilitas di Timor Leste,” katanya.

(joa/eme/jac)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here